Halaman

Sabtu, 17 Mei 2008

Ketika Pintu Kau Ketuk


Kenapa baru sekarang pintu itu kau ketuk
Padahal musim sudah berangkat coklat
Pelabuhan demi pelabuhan telah dilalui
Namun langkah belumlah usai
Meski jalan teramat singkat

Malam dingin dan sunyi
Hanya detak jantung dan helaan nafas
berpacu menyebut Asmamu. Lailahaillallah

Hidup adalah kesendirian
Antara liang rahim dan liang kubur

Minggu, 04 Mei 2008

Pantun, Seni Bersilat Lidah Orang Melayu


Catatan dari Festival Pantun Serumpun
Pantun, Seni Bersilat Lidah Orang Melayu

Bagi masyarakat Melayu, pantun bukan hanya sekadar permainan kata atau bersilat lidah yang ditampilkan dalam pada acara seremonial belaka. Namu jauh di balik itu, pantun merupakan wadah keseharian untuk mengungkapkan ide, pikiran ataupun gagasan yang dituturkan secara bijak dan santun. Ada kearifan dan nilai seni yang terkandung pada pantun …

Hebatnya, para pemantun tidak perlu menggunakan konsep. Mereka sudah terbiasa berpantun secara spontan, sesuai dengan situasi, kondisi dan tema yang dibicarakan. Itulah keunikan pantun sebagai bagian dari seni dan tradisi sastra lisan yang perlu digali dan dilestarikan.

Festival Pantun Serumpun di Taman Ismail Marzuki, 25-29 April lalu, merupakan tonggak sejarah untuk membangkitkan sastra lisan Melayu dalam khazanah kesustraan Indonesia. Karena pantun hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Melayu.

Upaya mengangkat derajat pantun yang diprakarsai Pemko Tanjungpinang bekerjasama dengan Yayasan Panggung Melayu itu diikuti oleh peserta dari Pontianak, Bengkalis, Deli Sergai, DKI Jakarta, Samarinda, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Bahkan, para pemantun dari Kota Tanjungpinang berhasil melakukan berbalas pantun terlama, selama enam jam nonstop, dan tercatat pada Meseum Rekor Indonesia (MURI).

“Rekor ini ini tidak hanya di Indonesia, tapi di dunia. Karena di negara manapun belum ada yang melakukan berbalas pantun selama ini,” jelas Jaya Suprana Ketua MURI saat memberikan piagam penghargaan ke Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan.

Tusiran Suseno, sastrawan dan juga penggiat pantun dari Tanjungpinang menjelaskan para pemantun dari Tanjungpinang sebenarnya bisa mencatat waktu yang lebih lama. “Cuma kami juga memikirkan, nanti rekor itu sulit dipecahkan daerah lain,” jelasnya.

Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan dalam sambutannya mengatakan pantun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tanjungpinang. “Pantun sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami,” tegasnya.

Suryatati mengatakan untuk melestarikan pantun sebagai aset budaya bangsa, Pemko Tanjungpinang selalu berupaya mensuport dan menfasilitasi para pemantun dalam berbagai iven. “Saat ini sudah muncul berbagai komunitas pantun di Tanjungpinang, pantun juga sudah menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah,” jelasnya.

Upaya yang dilakukan Pemko Tanjungpinang itu telah menunjukkan hasil. Terbukti dengan munculnya para pemantun-pemantun muda dari Tanjungpinang.

“Para pemantun kami masih muda-muda, ada pelajar dan guru. Jadi di Tanjungpinang, pantun hanya bukan milik generasi tua saja, tapi anak-anak muda di sana sudah pintar berpantun,” jelas M Ali, maestro pantun dari Tanjungpinang yang mendapatkan penghargaan dari Depdiknas beberapa waktu lalu.

Pada acara Festival Pantun Serumpun itu juga dilaksanakan peraduan pantun, eksibisi pantun, kedai pantun dan pada malam puncak digelar opera pantun. Berbagai kegiatan itu merupakan upaya untuk membangkitkan pantun sebagai tradisi sastra lisan Melayu yang perlu dilestarikan.

Langkah-langkah yang telah diambil Pemko Tanjungpinang patut menjadi contoh bagi negeri Melayu Serumpun dalam mewariskan pantun kepada generasi muda. Sebagai genre dari sastra lisan, pantun kini sudah berkembang pesat. Pantun-pantun yang muncul sekarang jauh lebih kreatif dan inovatif.

Bahkan, pantun-pantun sekarang tidak hanya sebagai digunakan sebagai pada media seremonial belaka. Pantun telah melangkah lebih jauh dan menjadi bagian sastra tulisan. Buku-buku kumpulan pantun mulai bertebaran di mana-mana.

Selain itu pantun juga telah menjadi bagian dari seni pertunjukan atau entertainment. Pantun ternyata bisa menjadi sarana yang mengasyikan sebagai sebuah tontonan seperti yang pernah ditayangkan di televisi-televisi. Ada pesan-pesan moral yang terkandung dalam berpantun. Semoga pantun tetap jaya. (ary sastra)