Halaman

Senin, 18 Agustus 2014

Tole Chaniago

By : Ary Sastra

Tole chaniago namanya. Memang agak aneh kedengarannya. Nama tersebut merupakan hasil kesepakatan kedua orangtuanya, yang berasal dari Jawa dan Padang.

Awalnya sang ibu, Rukayah menginginkan nama anak pertamanya itu harus sesuai menunjukkan cirinya sebagai keturunan minangkabau. Apalagi kelak ia akan menyandang gelar adat, dari ninik mamaknya,  dari kaum ibunya.

Sebaliknya, sang bapak, Sarmijo, juga menghendaki agar namanya menunjukkan identitas sebagai orang Jawa. Ia menginginkan anaknya kelak menjadi seorang kesatria, seperti dalam cerita pewayangan, Ramayana.

Karena keduanya bersikeras dengan usulan masing-masing, akhirnya diambil jalan tengah. Sang ibu menginginkan pada nama anaknya tetap melekat nama sukunya, yaitu Chaniago. Sedangkan sang bapak, mengusulkan nama Tole, panggilan kesayangan bagi anak laki-laki di tanah Jawa. Jadilah Tole Chaniago nama anak mereka.

Sarmijo dan Rukayah adalah pasangan yang sukses dalam mengelola sejumlah restoran di ibukota. Mereka juga mengembangkan usahanya di bidang catering yang sudah merambah hingga ke berbagai negara.

Dulunya, keluarga Sarmijo dan Rukayah selalu berseteru. Ibu Sarmijo, Ngatinem adalah seorang pemilik warung Tegal yang letaknya bersebelahan dengan rumah makan Padang milik Ajo Suardi, ayah Rukayah.

Walaupun tidak berkonflik secara terang-terangan, persaingan usaha secara tidak sehat mulai melanda kedua keluarga itu. Diam-diam mereka saling mengikuti perkembangan usaha masing-masing.

Perseteruan itu kian meruncing, bila salah satu warung terlihat ramai. Rasa curiga dan ingin tahu mulai muncul di antara mereka.

Untuk memata-matai usaha tetangganya, masing-masing menyuruh anak-anaknya main-main ke warung sebelah. Tanpa mereka duga, karena sering bertemu, terjalinlah hubungan antara Sarmijo dan Rukayah. Saat itu Sarmijo baru kelas dua SMA. Sedangkan Rukayah masih kelas tiga SMP.

Ayah Rukayah, Ajo Suardi marah besar saat mengetahui hubungan asmara anaknya itu. Apalagi yang menjadi idaman hati anaknya itu adalah dari musuh bebuyutannya, pesaingnya.

Begitu juga sebaliknya, Ibu Ngatinem, Ibu Sarmijo. Ia tidak rela berbesan dengan lawan usahanya itu.

Masing-masing berusaha mempengaruhi anaknya agar tidak melanjutkan hubungan mereka. Namun, Sarmijo dan Rukayah seakan tidak peduli lagi dengan pandangan orang tua mereka masing-masing. Tekad keduanya sudah bulat untuk mengarungi sebuah bahtera rumah tangga.

Ajo Suardi dan Ngatinem pun akhirnya pasrah. Meski separuh hati, mereka menikahkan anak mereka dalam sebuah pesta yang meriah. Sesuai dengan kesepakatan masing-masing, maka upacara pernikahan diselenggarakan sesuai dengan adat Jawa dan Padang. Begitu juga dengan makanan yang disajikan, tamu-tamu tinggal memilih, masakan Padang atau Jawa. Maklumlah, keduanya adalah pengusaha warung Tegal dan rumah makan Padang.

Setelah berumah tangga, Sarmijo dan Rukayah merintis usaha sendiri. Mereka membuka sebuah restoran "Pagal" singkatan dari Padang dan Tegal. Restoran tersebut menyajikan aneka masakan Padang dan Tegal.

Lama-kelamaan usaha Sarmijo dan Rukayah kian berkembang. Meski demikian mereka tetap mempertahankan cita rasa, budaya dan adat istiadat masing-masing. Termasuk dalam hal memberi nama anaknya, Tole Chaniago.

Dan kini Tole Chaniago sudah menyelesaikan kuliah S2 di Melbourne Australia. Saat tiba di Jakarta, ia langsung ke kantor catatan sipil untuk mengganti namanya menjadi Jon Hendrik. (arysastra)

Tidak ada komentar: